Ketika Sabda Nabi Ditentang

Ketika Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam Ditentang dengan Dalih Perkataan Manusia Lain

Para pengusung bid'ah, apabila dikatakan kepada mereka :

"Alloh telah berfirman" Atau kita sampaikan : "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda.."

Mereka justru menyanggah dengan berkata :

"Lhoo tapii kaan,... kyai/ustadz, guru, ulama, sesepuh, nenek moyang kami berkata begini, begitu, demikian, bla bla.. dst, dst.."

Apakah mereka belum pernah mendengar firman Allah :

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului
Allah dan Rasul-Nya (Al Hujurot : 1)

==> Yaitu janganlah kalian mendahulukan perkataan siapapun dari perkataan Alloh dan Rosul-Nya..

Perhatikan pula ayat selanjutnya dari surat ini. Allah Ta’ala berfirman :

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan
suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata
kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari." (Al Hujurot : 2).

Ibnul Qoyyim rohimahulloh dalam I’lamul Muwaqi’in mengatakan :

"Apabila mengeraskan suara mereka di atas suara Rasul saja dapat menyebabkan terhapusnya amalan mereka. Lantas bagaimana kiranya dengan mendahulukan pendapat, akal, perasaan, politik, dan pengetahuan di atas ajaran Rasul..?? Bukankah ini lebih layak sebagai penghapus amalan mereka..??"

Ibnu ‘Abbas radiyallahu ‘anhuma mengatakan :

"Hampir saja kalian akan dihujani hujan batu dari langit. Aku katakan, 'Rasulullah bersabda demikian lantas kalian membantahnya dengan mengatakan, ‘Abu Bakar dan Umar berkata demikian.'" (Shohih. HR. Ahmad).

Maka dari itu jelaslah bahwa wajib bagi seorang muslim jika dia mendengar hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dia paham maksudnya / penjelasannya dari ahli ilmu, Maka :

- Tidaklah boleh bagi dia menolak hadits tersebut karena perkataan siapapa pun..

- Tidak boleh dia menentangnya karena perkataan Abu Bakar dan Umar -radiyallahu ‘anhuma- (yang telah kita ketahui bersama kedudukan mereka berdua), atau sahabat Nabi yang lain, atau orang- orang di bawah mereka, APALAGI dengan perkataan seorang kyai, ustadz, ataupun manusia manapun..

Dan para ulama juga telah sepakat bahwa barangsiapa yang telah mendapatkan penjelasan dari hadits Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam, Maka :

- Tidak boleh baginya meninggalkan hadits tersebut dikarenakan perkataan seorang pun, siapa pun dia..

Perkataan seperti ini selaras dengan perkataan Imam Syafi’i -semoga Alloh merahmati beliau-. Beliau rahimahullah mengatakan :

“Kaum muslimin sepakat bahwa siapa saja yang telah jelas baginya ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya­karena perkataan yang lainnya.” (Madarijus Salikin, 2/335, Darul Kutub Al ‘Arobi. Lihat juga Al Haditsu Hujjatun bi Nafsihi fil ‘Aqoid wal Ahkam, Muhammad Nashiruddin Al Albani, hal. 79, Asy Syamilah)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya. Seandainya Musa hadir di tengah kalian dan kalian mengikutinya dan meninggalkanku,maka sungguh kalian telah tersesat dari jalan yang lurus. Sekiranya Musa hidup kembali dan menjumpai kenabianku, dia pasti mengikutiku.” (Hasan, HR. Ad Darimi dan Ahmad).

Maksudnya : Apabila kita meninggalkan sunnah Nabi dan mengikuti Musa, seorang Nabi yang mulia yang pernah diajak bicara oleh Alloh, maka kita akan tersesat dari jalan yang lurus..

Lantas ..

Bagaimana lagi apabila kita menolak, meninggalkan, atau bahkan menentang sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.. Kemudian lebih memilih mengikuti apa kata tokoh2 kebanggaannya masing2, entah ia ulama, kyiai, atau siapapun ia... Yang mana sudah jelas siapapun manusia itu sangatlah jauh bila dibandingkan Nabi Musa ‘alaihis salaam..?!

Renungkanlah ..

Hanya Allah yang meberi hidayah dan menunjukkan pada kebenaran.

(src: http://khansa.heck.in/)
 


Related Post:

No comments:

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar yang positif, terima kasih.